Kamis, 09 Juni 2011

Musik Seriosa

Pranawengrum Katamsi?
Siapakah dia?
Mungkin banyak dikalangan remaja saayt ini tidak tahu siapa sih Pranawengrum Katamsi.Tapi dia adalah seorang penyanyi seriosa.
Ini semua terjadi karena jarangnya musik seriosa dipublikasikan dinegeri ini.
Lalu tinggal satu pertanyaan yang kini muncul.
Bagaimanakah nasib dari aliran musik ini?



Irama Desa karya almarhum Iskandar. Lagu seriosa sederhana yang diperkenalkan kepada anak-anak sekolah. Sering jadi lagu wajib/pilihan lomba seni suara di Flores.

Oleh Theo Sunu Widodo
Theo Sunu Widodo Guru SMP Stella Duce I Yogyakarta


Ingar-bingar dunia musik Indonesia sudah begitu menggila. Aneka jenis musik menyerbu telinga pendengarnya. Pop, rock, blues, jazz, campursari, dan dangdut menyeruak masuk ke gendang telinga pendengarnya. Sungguh pesat perkembangan musik di Indonesia. Namun, sayang, perkembangan itu justru secara tak langsung mematikan jenis musik lain, musik seriosa. Musik seni, yang kini nasibnya tak tentu.

Pada tahun 1960-an, tiga jenis musik digelar dalam Pemilihan Bintang Radio (kemudian Pemilihan Bintang Radio dan Televisi). Ketiga jenis musik itu, hiburan, keroncong, dan musik seriosa. Begitu pula dengan urutan jumlah peminat untuk menjadi peserta pemilihan bintang radio dan televisi. Hiburan di peringkat pertama, keroncong di tangga kedua, dan seriosa di urutan buncit.

Mengapa hal itu terjadi. Salah satu penyebabnya, kemungkinan besar adalah tingkat kesulitan yang tinggi dalam membawakan musik seriosa. Harus serius. Memang, jenis musik lainnya pun memerlukan keseriusan yang tinggi, tetapi musik seriosa lain.

Menurut Dailami Hasan, seorang guru vokal, yang kendati sudah pensiun masih sempat mengajar di ISI Yogyakarta jurusan vokal, musik seriosa dapatlah disebut musik seni. Kualitasnya tinggi. Apakah kalau sulit, berarti kualitasnya tinggi? Belum tentu juga. Namun, kalau kita melihat, komposisi musik seriosa biasanya menyajikan tantangan bagi penyanyinya.

Pertama, komposisi musik seriosa, yang konon "meniru" lieder-nya tokoh musik zaman klasik, Franz Schubert, antara musik dan syairnya menyatu padu. Dari intro sampai ekstro, digubah sebagai sebuah kesatuan. Interlude dipasang dengan sengaja, terencana, dan ada maknanya.

Kita mengenal tokoh-tokoh penggubah musik seriosa hanya beberapa gelintir. Bisa kita sebut, Cornel Simanjuntak, Binsar Sitompul, Mochtar Embut, AJ Soedjasmin, dan yang baru saja "surut", meninggal dunia, FX Soetopo. Lepas dari itu, bisa dibilang tak ada lagi generasi penerus dalam dunia penciptaan musik seriosa. Dengan penuh harap, kita menunggu hadirnya komponis musik seriosa.

Kalau kita menyimak musik seriosa, tampaklah umumnya, pemusik bekerja sama dengan penyair. Penyair-penyair yang karyanya "dicomot" untuk dijadikan nyanyian seriosa cukup banyak. Di antaranya: Sanusi Pane, Usmar Ismail, JE Tatengkeng, Chairil Anwar, dan WS Rendra. Mengapa begitu. Mungkin para pemusik "tahu diri" bahwa lahannya berbeda. Namun, mereka bisa bekerja sama.

Dan yang pasti, syair garapan penyair andal pasti terjamin kualitasnya. Memang ada komponis yang sekaligus membuat musik dan liriknya. Lalu mengalunlah, Aku, Cintaku Jauh di Pulau, Citra, Dewi Anggreini, dan Embun, menjadi wakil nomor andalan musik seriosa. Umumnya, tanda ekspresi, tempo, dan dinamika sudah lengkap tertulis dalam partitur. Ini memudahkan penyanyi menginterpretasikan musik seriosa.

Teknik pembawaannya pun tidak gampang. Misalnya dari segi pernapasan, musik seriosa menuntut pernapasan diafragma. Tak ketinggalan, teknik produksi suara yang khas. Misalnya, adanya vibrato yang tidak mengeruhkan kejelasan ucapan (artikulasi). Soal resonansi (penggemaan suara) dan sonoritas pun menjadi poin tersendiri dari musik seriosa. Simaklah ketika Pavarotti beraksi dengan suara emasnya.

Belum lagi tingkat kesulitan dalam hal interval, pitch (tinggi nada), dan durasi. Umumnya musik seriosa menurut istilah awam, notnya banyak yang salah. Karena (kalau ditulis dengan not angka) menggunakan garis yang menerjang not. Atau nada-nada kromatis.

Dari segi durasi, nilai nada, tak jarang musik seriosa menghadirkan not yang rengket, rapat, not sepertiga puluh dua. Misalnya, satu ketukan dipakai untuk empat atau lebih not. Belum lagi triol kecil dan triol besar. Semuanya menuntut keterampilan yang tinggi untuk dapat dengan cermat membunyikannya.

Mungkin itulah penyebab sedikit orang yang melirik ke musik seriosa. Bisa dibilang, penyanyi seriosa di negeri ini dapat dihitung dengan jari. Taruhlah nama-nama Christopher Abimanyu, Aning Katamsi, dan Linda Sitinjak.

Di Yogyakarta, dulu pernah beredar nama Suyudono Hr, suami istri Teddy Sutadhy dan Susanti Andari. Mereka pernah berkibar di zamannya. Kini hanya sedikit nama yang bisa disebut. Taruhlah nama Ariani SP dan Albert Wisnu.

Guru vokal seriosa pun jarang, sebut saja, "Eyang" Dailami Hasan dan Moordiana. Kursus-kursus vokal pun kiblatnya ke musik hiburan, meski juga tidak selalu "ringan". Mengapa? Karena tren dan selera pasar menuntut begitu. Begitu banyak orang yang ingin menjadi penyanyi pop. AFI, KDI, Indonesian Idol daya tariknya begitu kuat. Tak mengherankan, sedikit yang ingin menjadi penyanyi seriosa.

Padahal, dasar-dasar bernyanyi musik seriosa bisa menjadi dasar bagi teknik menyanyi jenis-jenis yang lain. Dari teknik menyanyi seriosa, kita bisa "melebar", eksplorasi ke jenis musik yang lain. Tengok saja, almarhumah Pranawingrum Katamsi yang memberi dasar menyanyi seriosa kepada anak laki-lakinya yang penyanyi rock. Di samping mewariskan bakatnya kepada anak perempuannya, Aning Katamsi, untuk terus menggelutinya.

Lalu, bagaimana kita harus menyikapi hal ini. Utamanya mereka pandhemen musik seriosa. Ya, karena nasib musik seriosa tak menentu. Karena selera pasar dan perjalanan waktu, musik seriosa harus kita hidupkan lagi. Sayang bila musik seni musik seriosa sampai ditinggalkan orang dan tinggal kenangan. Komunitas musik seriosa harus berbenah diri untuk "membangun" kembali musik seriosa agar musik seriosa dikenal, disayang, dan dicinta kembali oleh masyarakat.

Komunitas musik seriosa harus memperkenalkan musik seriosa kepada khalayak secara lebih intensif, dengan pementasan-pementasan musik seriosa yang rutin digelar. Mengadakan lomba penciptaan musik seriosa dan menggelar lomba menyanyi seriosa merupakan dua langkah strategis untuk membangkitkan kembali musik seriosa.

Praktisi, penikmat, dan akademisi harus berjuang bersama- sama "membangkitkan kembali" musik seriosa yang bisa dibilang mati suri.

Ya, kita harus memaklumi bahwa selera musikal adalah masalah pribadi. Kita tidak dapat memaksakan selera kita terhadap orang lain. Akan tetapi, fanatik terhadap salah satu jenis musik pun bukan tindakan yang bijaksana. Akan lebih baik kalau kita mampu membuka hati dan telinga kita untuk jenis-jenis musik lain.

Musik sifatnya auditif. Jadi, yang disapa adalah telinga kita. Karenanya, mari kita memekakan-bukan memekakkan-telinga kita untuk mendengarkan berbagai jenis musik. Kita mencoba melihat, menyimak, merasakan, dan menghayati aneka jenis musik. Menjadi orang yang musikal. Itulah cita-cita kita bersama. Maka, terimalah ajakan penulis, marilah kita terbuka pula terhadap musik seriosa.

0 komentar:

Posting Komentar